Minut, Gemasulut.net- PT MSM/TTN mengklaim sepihak beberapa lokasi penambang milik warga di tambang rakyat desa Tatelu, kecamatan Dimembe, kabupaten Minahasa Utara.
Tensi konflik kembali mencuat, ketika PT MSM/TTN memberhentikan aktifitas sejumlah masyarakat penambang serta memasang baliho Objek Vital Nasional (Obvitnas). Tindakan ini merupakan manifetasi dari upaya peminggiran masyarakat dari ruang kelola hidup mereka, yaitu perampasan ruang hidup secara sistematis.
Sehingga terjadilah adu argumentasi antara pihak penambang dan pihak keamanan Ditpamobvit di lokasi tambang rakyat. Selasa, 23/Mei 2023.
Keterlibatan dan keberpihakan aparat keamanan dari institusi Polri dalam mengamankan kepentingan PT MSM/TTN ini, menunjukkan betapa lemahnya upaya penegakan hukum bagi masyarakat ketika aparat kepolisian cenderung menjadi alat untuk menjamin kelancaran aktivitas korporasi perusahaan tambang, dari pada mengayomi dan melindungi rakyat itu sendiri. Apalagi pertambangan yang dikelola masyarakat sejak puluhan tahun lalu, adalah sumber mata pencaharian mereka.
Penggunaan kekuatan alat keamanan negara secara berlebihan, sangat berpotensi menimbulkan pelanggaran-pelanggaran HAM seperti perlakuan intimidatif, tindakan kriminalisasi, menimbulkan rasa takut dan trauma berlebih, serta perlakuan tidak manusiawi lainnya.
Glendy Wuisan salah satu pemilik lubang mengaku kecewa dengan pihak PT MSM yang terkesan obral janji.
“Kami sampai saat ini masih menunggu janji-janji kemitraan yang dikatakan pihak perusahaan pada pertemuan-pertemuan sebelumnya. Tapi apa yang kami dapati? malahan berbanding terbalik dengan apa yang dijanjikan,” ucapnya
Sementara menunggu janji dari perusahaan, kata Glen, pihaknya sudah banyak mengalami kerugian, mulai dari materi, tenaga, sampai air mata.
“Yang kami minta, sambil menunggu kemitraan tersebut kami akan terus bekerja, keluarga kami juga perlu makan. Jangan perusahaan menggantungkan nasib kami dengan janji-janji yang sampai sekarang tidak terealisasi. Statement pak bupati sudah jelas, sambil menunggu keputusan dari perusahaan, kami kerja dulu. Tetapi fakta dilapangan, kami diintimidasi oleh perusahaan lewat para anggota yang bertugas di lokasi tambang,” ungkapnya.
Glendy menuturkan, sesuai kesepakatan awal pada 1 April ditutup dan kembali di buka tanggal 25 April, lalu diulur sampai tanggal 4 Mei. Sampai waktu yang ditentukan, juga tidak ada kejelasan. Makanya, pihaknya berinisiatif untuk melakukan aktifitas seperti biasa, mengingat kebutuhan untuk makan sehari-hari sudah tidak ada.
“Tapi kami terus diintimidasi, mau perusahaan apa?. Kami menunggu keputusan dari perusahaan, sampai kapan? Kita juga mau makan apa, jika digantung seperti ini? Sedangkan kami dilarang untuk bekerja. Kasihan nasib kami, kasihan nasib pekerja kami,” ungkapnya.
Terpisah, salah satu tokoh masyarakat yang juga pengusaha tambang emas, Izak Tambani, meminta pihak Pemerintah segera mengambil sikap untuk menjaga jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Karena para pekerja di tempat tersebut adalah kalangan masyarakat menengah ke bawah.
“Kepada pihak Pemerintah daerah, provinsi bahkan pemerintah pusat, tolong segera mengambil sikap. Demi menjaga hal hal yang tidak diinginkan terjadi,” pinta Izhak Tambani, saat ditemui wartawan di rumahnya.
(Billy Dungus)