Minut, Gemasulut.net- Diduga ada kejanggalan di Dinas Pendidikan Kabupaten Minahasa Utara (Minut). Pasalnya, setelah beredarnya video dari salah satu ASN di Dinas Pendidikan Minahasa Utara (Minut) yang viral di media sosial belum lama ini. Dimana video tersebut memperlihatkan para ASN di Dinas tersebut melakukan fingerprint tapi harus berbayar dengan alasan apabila tidak membayar sesuai dengan yang dimintakan, maka TKD mereka tidak akan di cairkan. Dengan kejadian ini, kinerja Kepala Dinas Pendidikan patut dipertanyakan.
Kepada media ini, Redyana Panebaren oknum ASN yang membuat rekaman video tersebut, mengakui jika dirinya yang merekam. Akan tetapi kalau untuk disebarkan ke media sosial yakni Facebook (FB) bukan dia. Melainkan salah seorang teman yang dia (Redyana,red) kirimi video tersebut melalui WhatsApp (WA).
Namun ada baiknya juga, dengan adanya video ini. Bisa terpantau apa sebenarnya yang terjadi pada dinas terkait. Sebab dalam video itu, jelas-jelas para pegawai saat melakukan absen dengan fingerprint dimintai uang sebesar Rp 50ribu.
Sedangkan diketahui, biaya untuk penggunaan fingerprint ini sudah dianggarkan pada masing-masing SKPD.
” Kami diminta biaya sebesar Rp 50ribu untuk fingerprint. Dan permasalahan ini bukan baru kali ini terjadi, tetapi sudah lama. Dengan alasan kalau tidak membayar, maka TKD tidak akan dicairkan,” ungkap Panebaren. Jumat 4 Maret 2022.
Ditambahkan Panebaren, setahu dirinya biaya maintenance atau pemeliharaan
fingerprint ini sudah ada anggarannya.
” Kenapa harus minta uang kepada pegawai? Dan dipatok dengan nominal Rp 50ribu. Ada apa?,” ucap Panebaren.
Panebaren juga mengakui, jika mungkin dirinya salah atau terlalu mengekspose kegiatan di tempat ia bekerja. Namun, ia hanya mengikuti apa yang pernah Bupati Minut katakan, yaitu jika ada kejanggalan di lingkup kerja Pemkab Minut, ada baiknya diungkap. Apalagi kalau menyangkut adanya indikasi pungutan liar (Pungli).
” Mungkin saya juga ada kesalahan, terkait kode etik. Tapi saya berani bertanggung jawab dengan permasalahan ini,” tegas Panebaren.
Terpisah, Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Minut Stevy Watupongoh menjelaskan bahwa fingerprint ini adalah sistem aplikasi online dimana, setiap SKPD punya kontrak dengan pihak ketiga dalam hal ini penyedia layanan tersebut.
” Memang ada biaya maintenance atau pemeliharaan karena sistem online. Tapi itu sudah dianggarkan dan ditata pada tiap-tiap SKPD. Biayanya kurang lebih 500rb per bulan dengan kapasitas kuota 1-1000 orang,” jelas Watupongoh kepada media ini saat dikonfirmasi di kantor BKPP.
Lanjut dijelaskan Watupongoh, memang benar kalau tidak memasukan absen ke BKPP akan menghambat pencairan TKD. Sebab, fingerprint di masing-masing SKPD untuk print outnya harus ke kantor BKPP.
Jadi, menurut Watupongoh, ini juga merupakan kelalaian dari kepala dinas tersebut yang tidak menata biaya ini dalam anggaran.
” Setelah saya telusuri, untuk Dinas Pendidikan Minut karena ada perubahan penginputan data dari Simda ke SIPD jadi biaya maintenance fingerprint tidak ditata dalam anggaran. Mungkin ini yang menyebabkan para ASN di dinas terkait mengeluarkan dana pribadi untuk patungan membayar biaya tersebut,” pungkasnya.