Proyek Pemecah Ombak Belum Selesai Kontrak, Dacosta: Dakwaan Tidak Jelas

Gemasulut.net-MANADO- Terkesan ada kejanggalan dalam dugaan kasus pemecah ombak di Likupang, kembali Pengadilan Negeri Manado gelar sidang terbuka atas Alexader Mozes Panambunan alias Aye. Sidang ini dipimpin oleh Alfi Sahrin Usup SH MH  yang mengagendakan pembacaan nota keberatan atau eksepsi oleh Kuasa Hukum dari Aye dalam perkara tindak pidana khusus No 7/PID.SUS-TPK/2021/PN.MND atas surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nomor Register Perkara PDS-03/P.1.18/Ft.1/03/2021 karena dinilai ada kejanggalan dalam penuntutan.

Stevie Da Costa SH MH selaku Kuasa Hukum dari Aye membacakan nota keberatan, dimana ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan kembali oleh JPU dalam surat dakwaan sidang pada Rabu 14 April 2021 lalu.

Menurut Kuasa Hukum, ada hal yang perlu ditanggapi secara seksama mengingat dalam surat dakwaan ada kejanggalan dan ketidakjelasan sehingga dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana KUHAP.

Dalam surat dakwaan, dimana ahli yang melakukan dilapangan dan Perhitungan kerugian Negara yang dikeluarkan oleh BPKP Sulut Nomor SR-384/PW18/5/2017 bersifat prematur dan bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016 yang menyatakan unsur kerugian Negara harus dihitung nyata/pasti. Ini disebabkan karena perhitungan kerugian Negara bersifat akibat nyata secara material di mana MK telah menghilangkan frasa kata ‘dapat’ dalam Pasal 2 dan Pasal 3 pada UU 31 Tahun 1999 dan UU No 20 tahun 2001 tentang tipikor. Kemudian kerugian negara yang dikeluarkan BPKP dinilai melanggar UU Nomor 18 tentang jasa konstruksi, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang penyelengaraan jasa konstruksi dimana jika terjadi sengketa karena pehitungan ahli diserahkan ke sengketa perdata. Lalu Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 beserta perubahannya tentang Pengadaan Barang dan Jasa pada Pasal 95 ayat 5.

Dimana  terdapat Perjanjian Kontrak No.15 /SP/PPK-SD/BPBD-MINUT/VI/2016 dimana Proyek ada berita acara penyerahan pertama PHO yakni Nomor 01/ PAN/PHO-SD/BPBD-MINUT/VIII/2016 tapi tidak ada dokumen penyerahan akhir (FHO), setelah masa pemeliharaan berakhir dan atau dokumen pemutusan kontrak apabila kontraktor lalai menjalankan kewajibannya sehingga pekerjaan masih dalam ruang lingkup kontrak. Kemudian tidak memperhatikan hasil audit BPK RI Nomor 34 C/LHP/XIV/05/2017 tanggal 18 Mei 2017 serta surat Kepala Biro Keuangan BNPB Nomor B-257/BNPB/KEU.01.04/III/2017 tanggal 29 Maret 2017 terkait pengembalian Belanja Bantuan Sosial TA 2016 tanggal 1 Februari 2017 dengan kode akun 423957 sebesar Rp3.500.000.000. Bertentangan dengan  Surat Jampidsus Nomor B- 1237/F/F.d.1/06/2009 tentang penanganan laporan dugaan tindak pidana korupsi  pada proyek pemerintah yang masih dalam tahap pelelangan.

Khusus pada Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 beserta perubahannya tentang Pengadaan Barang dan Jasa, penyelidikan dan penyidikan terhadap proyek yang belum selesai dikerjakan atau belum diserahkan oleh pemborong kepada pejabat pembuat komitmen atau kuasa pengguna anggaran atau masih dalam tahap pemeliharaan, tetapi hanya berdasarkan dugaan terkait adanya suap atau terkait adanya delik percobaan atau permufakatan jahat  untuk melakukan tindak pidana korupsi, perlu kehati-hatian dalam melakukan keterangan karena akan kontra produktif. Sehingga dakwaan ini tidak bisa diadili di Pengadilan Tipikor  Manado karena alasan masih dalam ranah kontrak yang belum berakhir sehingga prematur mengadung sengketa perdata. Intinya, dakwaan dalam surat dakwaan jaksa obsurt libel atau tidak jelas.

Dalam kesempatan itu juga, kuasa hukum merasa bingung tentang pengertian tanggung renteng. Karena tanggung renteng tidak dikenal dalam istilah atau pertanggungjawaban dalam hukum pidana, tapi itu masuk di soal hutang piutang.

“Istilah tanggung renteng dalam dakwaan JPU justru mengaburkan isi dakwaan dan membingungkan tim kuasa hukum termasuk majelis hakim,” tandas Stevie.

Disisi lain, Stevie pun menilai ada beberapa pasal yang tidak diuraikan secara cermat, jelas dan lengkap oleh JPU yang disangkakan kepada terdakwa.

Melihat berbagai kejanggalan tersebut, maka kuasa hukum Aye pun memohon kepada majelis hakim untuk mengambil beberapa keputusan.

Diantaranya adalah menerima nota keberatan dari tim penasehat hukum terdakwa, menyatakan menurut hukum Pengadilan Negeri Manado tidak berwenang untuk mengadili perkara tindak pidana korupsi ini, menyatakan menurut hukum perkara ini masuk dalam wilayah hukum perdata, menyatakan surat dakwaan Penuntut Umum Nomor Register PDS-03/P.1.18/Ft.1/03/2021 dinyatakan batal demi hukum, menyatakan perkara in casu tidak diperiksa lebih lanjut, membebaskan terdakwa dari segala dakwaan, memulihkan harkat, martabat dan nama baik Alexander Mozes Panambunan serta membebankan biaya perkara kepada negara.

“Apabila Mejelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya,” tambah Stevie.

Setelah mendengar nota keberatan dari kuasa hukum, maka Hakim Ketua Alfi Sahrin Usup SH MH pun menunda persidangan hingga tanggal 28 April 2021 dengan agenda tanggapan.
(**/Billy)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *