Gemasulut.com-MINUT- Terkait wacana kotak kosong yang santer terdengar bakal terjadi di Pilkada Minahasa Utara (Minut) 2020 ini, tidak akan mungkin terjadi.
Pasalnya, parpol yang memiliki kursi di DPRD Minut yakni Partai NasDem yang 5 kursi, Golkar 4 kursi, Gerindra 2 kursi dan Hanura 1 kursi, masih menjalin komunikasi politik untuk ikut pesta demokrasi lima tahunan ini.
Jika nantinya, keempat parpol ini bersatu (11 kursi), maka kotak kosong di Pilkada Minut tak akan terjadi.
Terkait hal tersebut, pengamat dan akademisi Universitas Sam Ratulangi Manado Toar Palilingan saat dimintai tanggapannya mengatakan, gerakan kotak kosong, mungkin saja bagian dari upaya bakal pasangan calon (bacalon) mempersempit kekuatan atau lawan yang menghadang.
“Sebenarnya istilahnya sesuai perundangan adalah kotak kosong. Jadi itu proses politik. Tapi apa iya ada kotak kosong di Minut? Kan belum. Masih sementara berproses. Sampai saat ini, Golkar dan NasDem belum umumkan. Masih ada Hanura dan Gerindra juga,”ucapnya.
Palilingan menambahkan, hingga kini, ia belum melihat Pilkada Minut mengarah ke kotak kosong karena masih ada dua kekuatan yang justru bisa saja bergabung.
Kedua kekuatan besar tersebut, tambah Palilingan, ingin mengambil kesempatan untuk berbuat, baik Golkar maupun NasDem.
“Bukan tidak mungkin, jadi power sharing papan satu atau dua. Politik itu dinamis. Kita tak tahu. Tapi pasti bisa head to head,” jelasnya.
“Sebaiknya kita tunggu saja mana yang diusung. Sebab dalam politik bisa saja berubah-ubah. Saya belum lihat arahnya seakan-akan sudah pasti kotak kosong. Semua partai besar begitu. Bukan tidak mungkin karena kepentingan, bisa menyatu,”tambah Palilingan seraya mengatakan masih berpeluang terjadi head to head (dua paslon) di Pilkada Minut.
“Hanura, Gerindra, Golkar dan Nasdem bisa saja ada komunikasi terbangun. Semua tergantung dari pembicaraan, lobi politik. Segala sesuatu bisa terjadi. Karena politik itu dinamis,”tandasnya.
Sebelumnya, pengamat politik Unsrat Manado Ferry Liando mengatakan, salah satu ciri demokrasi adalah adanya kompetisi dalam merebut kekuasaan.
Jika terjadi calon tunggal, kata Liandi, maka tak ada kompetisi karena hanya akan melawan kotak kosong. Terdapat sejumlah sebab mengapa bisa terjadi calon tunggal pada Pilkada.
“Pertama, tidak ada pemberlakuan ambang batas parliement treshold di DPRD. Dengan demikian ada banyak parpol masuk DPRD. Hal itu menyebabkan kursi-kursi di DPRD terbagi pada banyak parpol,”terangnya.
Selanjutnya, kondisi ini kemudian amat jarang parpol memperoleh jumlah kursi 20 persen dari jumlah total kursi di DPRD. Padahal UU Pilkada mensyaratkan parpol harus bisa memiliki kursi 20 persen sebagai syarat mengusung calon.
Kemudian, sambung Liando, adanya ketentuan kewajiban mundur bagi ASN atau anggota DPRD jika menjadi calon.
“Banyak figur bagus di birokrat dan di DPRD namun tak bersedia jika harus mengundurkan diri. Ketiga, banyak parpol mandul,” papar Liando.
Doktor jebolan Universitas Padjajaran itu menambahkan, ada parpol yang sesunguhnya memenuhi syarat untuk mengusung namun parpol itu tak bisa menyediakan calon untuk diusung.
“Ada dugaan banyak parpol memperjualbelikan parpolnya kepada calon. Jual beli kursi sebagai syarat dukungan akan sangat rawan terjadi. Apalagi jika jumlah kursi parpol itu tak capai ambang batas. Kursi-kursi itu akan rawan dibeli. Apalagi ada calon yang diusung oleh parpol yang jumlah kursinya tidak cukup. Untuk mencukupinya Biasnya membeli kursi dari parpol lain,” kata Liando.
Sementara itu, Ketua Bapilu Partai NasDem Minut Winovel Lotulung mengungkapkan, Shintia Gelly Rumumpe (SGR) hingga saat ini masih sebagai calon Bupati.
“Kakak SGR tetap calon Bupati. Saat ini kami masih melakukan komunikasi politik dengan parpol lain yang memiliki kursi di DPRD,” jelasnya.
Sementara itu, Wakil Sekretaris Partai NasDem Minut Decky Senduk mengatakan, partai besutan Surya Paloh ini pasti akan bertarung pada Pilkada 9 Desember 2020 mendatang.
“Komunikasi politik masih tetap jalan. Tunggu saja pendaftaran di KPU,” pungkasnya.
(Bil)*